Namun, karena himpitan ekonomi, Keling, sapaan akrabnya, mau tak mau harus menjalani hari demi hari dengan bergelut di balik hiruk-pikuknya Pasar Induk. Bersama ibu dan keempat saudaranya, Keling memutuskan meninggalkan kampung halamannya, Demak, Jawa Tengah, mengadu nasib ke Jakarta saat umurnya masih tujuh tahun. Di Jakarta, Keling dan keluarganya mengontrak sebuah rumah di sekitar kawasan Pasar Induk yang ditempatinya hingga saat ini.
"Ayah meninggal sejak aku kelas satu SD dan hanya ibu yang mencari uang," kata Keling saat ditemui Kompas.com. Tanpa malu, Keling kecil membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga karena ibunya hanyalah pengupas bawang di pasar.
Ia melakukan segala hal demi menyambung hidup. "Waktu itu, aku memungut jeruk nipis dan limo yang berjatuhan di bawah lapak pedagang. Setelah terkumpul baru kujual," ucap Keling yang juga pernah menjadi pengamen.
Hari terus berlalu. Pada tahun 2000, Keling mulai beralih profesi menjadi kuli panggul. Tak bosan-bosan, ia menawarkan jasanya kepada pengunjung. "Karena enggak kuat, awalnya aku sempat terjatuh," kata Keling sambil tersipu-sipu malu.
Tiga tahun berlalu, nasib mujur menghampirinya. Ia mulai menemukan pelanggan. "Waktu itu, aku ketemu Kakak Mawar, seorang pedagang di Pasar Munjul," ungkapnya. Kakak Mawar tersebut yang akhirnya sering meminta Keling untuk belanja dan mengantarkan barang, seperti rempah-rempah, dalam partai besar. "Kakak itu biasanya belanja Senin dan Jumat. Sekali antar dapat uang Rp 70.000," tuturnya.
Keling menceritakan bahwa ia mulai bekerja sejak sore hingga pagi hari. "Biasanya orang belanja dan bongkar-muat malam hari," terang pria lajang ini. Untuk menjaga kebugaran, ia memiliki tips, yaitu mengonsumsi jamu. "Jangan tidur lama-lama waktu siang. Bisa sakit," ujarnya.
Meski tubuhnya relatif kecil, Keling mengaku sanggup mengangkat beban lebih dari 50 kg. Namun, penghasilannya tak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkannya. Untuk jasa bongkar, Keling mengatakan hanya mendapat penghasilan sedikit. "Untuk karung 50 kg hanya dikasih Rp 2.000. Untuk jasa angkut paling dapat Rp 6.000," katanya. Jika mujur, maka Keling bisa mendapat penghasilan sebesar Rp 100.000. "Tapi kalau lagi sepi cuma dapat Rp 30.000," ucapnya.
Dengan penghasilan itu, ia menyimpannya dengan baik. Ia mengaku tak pernah berpikir membeli barang-barang mewah, seperti motor. "Aku enggak pernah ikut-ikutan membeli motor seperti teman lain," ucapnya. Keling juga mengaku menikmati pekerjaannya sebagai kuli panggul dan tak pernah berpikir untuk beralih profesi. "Kalau begini lebih bebas. Kalau jadi karyawan, kita terikat," ucap Keling.
Dalam hidupnya, Keling memiliki cita-cita yang mulia. Suatu saat nanti, ia ingin membeli rumah dari penghasilannya selama ini. "Mau juga punya rumah daripada ngontrak," tutup Keling.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!